Situs peninggalan masa Hindu Buddha banyak yang hilang dan tidak ditemukan lagi di Sumatera bagian utara. Banyaknya situs yang hilang ini menimbulkan kerugian sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
”Peneliti jadi kesulitan mencari jejak peradaban masa Hindu-Buddha yang juga pernah berkembang di Sumatera bagian utara,” kata Bambang Budi Utomo, peneliti senior masa Hindu-Buddha dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslitbang Arkenas), Rabu (27/2/2013), di Jakarta.
Hilangnya situs-situs bersejarah tersebut antara lain karena faktor alam, seperti gempa bumi dan banjir. Selain itu, juga karena faktor manusia, seperti merusak dan mengambil situs.
Peninggalan Hindu-Buddha yang pernah ditemukan di Aceh adalah arca Bodhisatwa bermahkota tiga Buddha Amitabha. Ditelisik dari angka tahunnya, arca itu berasal dari abad ke-8-9 Masehi.
”Itu indikasi bahwa di Sumatera bagian utara pernah berkembang ajaran Buddha. Meski demikian, penyebaran Hindu Buddha di kawasan utara Sumatera tidak banyak disebut,” kata Bambang.
Erry Sudewo, peneliti dari Balai Arkeologi Medan, mengungkapkan, peninggalan Hindu Buddha di Aceh bisa dilacak di Barus, kota pelabuhan di pantai barat Aceh. Pada zaman kolonial Belanda, pernah dibawa satu arca Bodhisatwa berbahan granit merah dengan kapal ke Batavia. Meski demikian, keberadaan arca besar itu tidak terlacak hingga kini. Konon, arca itu tenggelam bersama kapal yang mengangkutnya.
Di Barus juga ditemukan prasasti beraksara dan berbahasa Jawa kuno. Sayangnya, tulisan di atas prasasti itu sudah sangat tipis, tidak lagi terbaca. Isi prasasti dari abad ke-9 Masehi itu menyatakan adanya serikat dagang Tamil di Barus.
Situs besar
Bambang mengatakan, selama ini para peneliti lebih banyak menggali peradaban Hindu Buddha dari situs-situs Sriwijaya di Palembang dan Muaro Jambi. Padahal, selain Aceh, di Provinsi Sumatera Utara ada situs besar, yaitu kota China di Medan dan situs Padang Lawas di Kabupaten Padang Lawas.
Situs Padang Lawas luasnya 1.500 kilometer persegi dan banyak ditemukan sebaran candi Buddha Tantrayana. Aliran Buddha Tantrayana ini berkembang dari Buddha Mahayana di Palembang.
Erry mengakui, situs-situs tersebut belum dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya. Para peneliti di Balai Arkeologi Medan kini mengarahkan penelitiannya melalui jejak tradisi masyarakat setempat. Di utara Padang Lawas, jejak tradisi peninggalan Hindu Buddha masih sangat kuat, antara lain dalam bentuk aksara tradisional Batak yang merupakan turunan aksara Palawa dari India selatan.
SOURCE
”Peneliti jadi kesulitan mencari jejak peradaban masa Hindu-Buddha yang juga pernah berkembang di Sumatera bagian utara,” kata Bambang Budi Utomo, peneliti senior masa Hindu-Buddha dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslitbang Arkenas), Rabu (27/2/2013), di Jakarta.
Hilangnya situs-situs bersejarah tersebut antara lain karena faktor alam, seperti gempa bumi dan banjir. Selain itu, juga karena faktor manusia, seperti merusak dan mengambil situs.
Peninggalan Hindu-Buddha yang pernah ditemukan di Aceh adalah arca Bodhisatwa bermahkota tiga Buddha Amitabha. Ditelisik dari angka tahunnya, arca itu berasal dari abad ke-8-9 Masehi.
”Itu indikasi bahwa di Sumatera bagian utara pernah berkembang ajaran Buddha. Meski demikian, penyebaran Hindu Buddha di kawasan utara Sumatera tidak banyak disebut,” kata Bambang.
Erry Sudewo, peneliti dari Balai Arkeologi Medan, mengungkapkan, peninggalan Hindu Buddha di Aceh bisa dilacak di Barus, kota pelabuhan di pantai barat Aceh. Pada zaman kolonial Belanda, pernah dibawa satu arca Bodhisatwa berbahan granit merah dengan kapal ke Batavia. Meski demikian, keberadaan arca besar itu tidak terlacak hingga kini. Konon, arca itu tenggelam bersama kapal yang mengangkutnya.
Di Barus juga ditemukan prasasti beraksara dan berbahasa Jawa kuno. Sayangnya, tulisan di atas prasasti itu sudah sangat tipis, tidak lagi terbaca. Isi prasasti dari abad ke-9 Masehi itu menyatakan adanya serikat dagang Tamil di Barus.
Situs besar
Bambang mengatakan, selama ini para peneliti lebih banyak menggali peradaban Hindu Buddha dari situs-situs Sriwijaya di Palembang dan Muaro Jambi. Padahal, selain Aceh, di Provinsi Sumatera Utara ada situs besar, yaitu kota China di Medan dan situs Padang Lawas di Kabupaten Padang Lawas.
Situs Padang Lawas luasnya 1.500 kilometer persegi dan banyak ditemukan sebaran candi Buddha Tantrayana. Aliran Buddha Tantrayana ini berkembang dari Buddha Mahayana di Palembang.
Erry mengakui, situs-situs tersebut belum dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya. Para peneliti di Balai Arkeologi Medan kini mengarahkan penelitiannya melalui jejak tradisi masyarakat setempat. Di utara Padang Lawas, jejak tradisi peninggalan Hindu Buddha masih sangat kuat, antara lain dalam bentuk aksara tradisional Batak yang merupakan turunan aksara Palawa dari India selatan.
SOURCE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar