Jumat, 08 Maret 2013

Unta Raksasa Melintasi Arktika 3,5 juta Tahun Silam

Para peneliti menemukan bukti baru bahwa unta pernah hidup di wilayah Kanada Tinggi Arktika yang diperkirakan bersuhu 18 derajat Celcius.

unta,arktikaIlustrasi seniman mengenai unta arktika yang hidup di Pulau Ellesmere sekitar 3,5 juta tahun lalu. (Julius Csotonyi/Live Science)

Unta identik dengan hewan yang hidup di daerah gersang, kering, dan tandus seperti gurun. Namun, sebuah bukti baru saja diungkap oleh para peneliti bahwa binatang berbulu ini pernah hidup di wilayah Kanada Tinggi Arktika yang bersuhu dingin.

Hal ini terungkap dengan ditemukannya sisa fosil seekor unta yang berusia 3,5 juta tahun yang ditemukan di Pulau Ellesmere yang terletak di kawasan teritori sebelah utara Kanada, Nunavut. Unta tersebut berukuran 30 persen lebih besar dibandingkan dengan unta yang ada saat ini.

Dengan menggunakan metode sidik jari kolagen, para peneliti menganalisa sisa fosil unta tersebut. Metode sidik jari kolagen merupakan teknik yang mengukur jumlah protein tulang yang disebut Tipe I kolagen. Mamalia memiliki karakteristik yang diukur dari jumlah protein tersebut, yang mana protein ini dapat bertahan lebih lama dari banyak molekul biologis lainnya di dalam tubuh.

Temuan ini dimuat di Jurnal Nature Communications pada (5/3) sekaligus memperlihatkan bahwa unta yang saat ini ada berasal dari unta raksasa yang dulunya pernah tinggal di hutan Arktika yang memiliki suhu lebih hangat dibanding hari ini.

"Ini adalah bukti pertama bahwa unta pernah hidup di sana (Arktika). Hal ini tentu mengejutkan karena biasanya kita mengaitkan unta dengan habitat yang kering dan setengah gersang," kata penulis studi ini yang juga seorang paleobiologi, Natalia Rybczynski, dari The Canadian Museum of Nature di Ottawa.

Unta termasuk ke dalam genus Camelus, yang berasal dari Amerika Utara selama periode Eosen sekitar 45 juta tahun yang lalu. Kemudian menyebrang ke Eurasia melewati Bering Isthmus, yang merupakan jembatan antara Alaska dan Rusia.

Para peneliti menemukan sekitar 30 potongan tulang yang merupakan bagian tibia unta atau tulang kering. Lokasi penemuan fosil, peneliti memperkirakan unta Amerika bergerak ke arah utara kurang lebih 1.200 kilometer.

Tim peneliti memperkiran bahwa fosil yang ditemukan berusia 3,5 juta tahun silam, sebuah periode yang dikenal sebagai periode pertengahan Pliosen hangat. Suhu global kala itu diperkirakan dua sampai tiga derajat Celcius, lebih hangat dibandingkan saat ini. Sedangkan lokasi tempat unta ditemukan bersuhu sekitar 18 derajat Celcius, dengan suhu rata-rata 1,4 derajat Celcius.
SOURCE

Rabu, 06 Maret 2013

Raja Richard III Ternyata Seorang "Control Freak"

University of Leicester Rekonstruksi wajah Richard III

Tulang belulang milik Raja Richard III yang berkuasa di Inggris 5 abad lalu berhasil ditemukan lewat penggalian di Leicester, Inggris. Analisis tulang tengkorak lalu juga berhasil mengungkap bahwa Richard III tak kalah tampan dengan Keanu Reeves.

Kini, fakta baru tentang raja yang tewas di pertempuran Battle of Bosworth tahun 1485 berjasil dikuak. Analisis psikologis menunjukkan bahwa sifat Ricjard III tidaklah seburuk yang digambarkan Shakespeare dalam salah satu karyanya.

Mark Lansdale dan Julian Boon, psikolog dari University of Leicester melakukan kajian psikologis berdasarkan fosil dan data-data tentang Richard III. Mereka menyatakan, tak ada bukti yang bisa menunjukkan bahwa Richard III adalah seorang narsis, licik, sembrono dan tak punya empati.

Diberitakan Livescience, Senin (4/3/2013), Landsdale dan Boon menyatakan, tak ada sifat psikopat da;am diri Richard III. Mereka justru menemukan bahwa Richard III memiliki sindrom “tidak toleran pada ketidakpastian” (intolerant of uncertainty).

Menurut kedua peneliti tersebut, orang yang mengidap sindrom itu biasanya memiliki sifat yang sangat penurut, loyal, dan berpendirian yang kuat. Orang dengan sindrom itu sangat percaya akan hal-hal yang menurut mereka benar.

Lebih lanjut, orang dengan sindrom intolerant of uncertainty biasanya juga seorang "control freak". Richard III memiliki sifat yang suka mengatur dan akan bereaksi keras jika loyalitasnya dikhianati.

Menurut Lansdale, sifat yang dimiliki oleh Raja Richard III muncul akibat kehidupan di masa kecilnya yang penuh dengan ketidaknyamanan. Richard III harus menghabiskan masa kecilnya pada periode Perang Mawar, tahun 1455-1487 M.

Landsdale mengakui, upaya mengungkap sifat Richard III menantang. "Kami menemukan kesulitan saat menarik kesimpulan tentang seseorang yang hidup 500 tahun lalu dengan catatan valid minim. Sebab psikologi adalah bagian dari sains sehingga sangat bergantung pada hasil observasi,” katanya.

Namun, pendekatan psikologi penting dalam mengungkap sejarah tentang raja ini. "Kami berpendapat bahwa pendekatan psikologi bisa memberikan perspektif berbeda dan baru. Pendekatan ini menawarkan cara berpikir berbeda tentang sosok manusia di balik kerangka yang menyelimutinya,” jelasnya.


SOURCE

Jumat, 01 Maret 2013

Ilmuwan Temukan Bukti Benua Hilang di Samudra Hindia

Ilmuwan menyimpulkan Mauritia, merupakan salah satu bagian kecil dari sebuah "superbenua".

samudra hindia,pasir,laut,liburan
Ilustrasi lanskap Samudra Hindia. (thinkstockphoto)

Ilmuwan menyatakan telah menemukan bukti dari tenggelamnya mikrobenua yang hilang. Bukti ini ditemukan dengan meneliti butiran pasir di pantai pada sebuah pulau kecil di Samudra Hindia.

Pulau kecil itu adalah Mauritius, sebuah pulau kecil yang terletak 2.000 kilometer di lepas pantai Afrika, sebelah timur Madagaskar, terbentuk sekitar sembilan juta tahun lalu dari pendinginan lava yang dimuntahkan oleh gunung berapi bawah laut.

Di Mauritus, peneliti baru-baru ini menemukan butiran pasir yang mengandung fragmen mineral zikron yang usianya lebih tua dari pulau tersebut yakni 660 juta tahun dan sekitar dua miliar tahun.
Sebuah studi baru yang tertuang dalam jurnal Nature Geoscience, ilmuwan menyimpulkan mineral tua itu dulunya terdapat di sebuah daratan yang sekarang telah lenyap, di mana potongan-potongan kecilnya telah terseret ke naik ke permukaan selama pembentukan Mauritius.

"Ketika lava bergerak melewati material benua saat melintasi jalan menuju permukaan, mereka mwmbawa beberapa batu yang mengandung zicron," jelas Bjørn Jamtveit, seorang ahli geologi di University of Oslo di Norwegia.

Sebagian besar batu mungkin hancur dan meleleh karena suhu tinggi lava namun sebagian butiran zicron dapat bertahan dan beku ke dalam lava (selama letusan) dan bergulir turun membentuk batuan pada permukaan Mauritius.

Jamtveit bersama rekannya memperkirakan bahwa mikrobenua yang hilang tersebut adalah apa yang dikenal dengan Mauritia, yang mana ukurannya seperempat dari luas Madagaskar.

Kemudian, melalui kalkulasi ulang bagaimana proses benua kuno tersebut terpisah, para ilmuwan menyimpulkan Mauritia merupakan salah satu bagian kecil dari sebuah "superbenua" yang jauh lebih besar mencakup India dan Madagaskar yang disebut Rodinia.

"Mauritia sebagai daratan ketiga yang terselip bersama dalam satu benua sebelum pembentukan
Samudera Hindia," kata Jamtveit.


mauritius,pulau,laut
Pemandangan udara Mauritus. (thinkstockphoto)

Akan tetapi seperti halnya Atlantis di masa prasejarah, Mauritia akhirnya tenggelam di bawah gelombang saat India terpisah dari Madagaskar sekitar 85 juta tahun yang lalu. Para ilmuwan telah lama menduga bahwa pulau-pulau vulkanik mungkin menyimpan bukti benua yang hilang.

Inilah yang melatarbelakangi Jamtveit dan timnya memutuskan untuk menguji hipotesis ini selama singgah di Mautitius sebagai bagian dari penelitian perjalanan panjang pada tahun 1999.

Mautitius merupakan situs penelitian yang baik karena merupakan pulau yang masih relatif muda, dan terbentuk dari lava laut yang mengandung zicron secara alami, mineral keras tidak mudah terpengaruh cuaca.

"Jika usia zicron lebih tua dari sembilan miliar tahun ditemukan di Mauritius, ini kana menjadi bukti yang baik akan kehadiran materi benua yang terkubur," ungkap Jamtveit.

Awalnya, para ilmuwan mencoba menghancurkan batu dari Mauritius untuk mengekstrak kristal zicron tetapi justru merusak peralatan dan persoalan kontaminasi. "Inilah yang menjadi penghambat penelitian sementara waktu," kata Jamtveit.

Namun, beberapa tahun kemudian tim kembali lagi ke Mauritius dan kali ini mengambil sampel pasir dari dua pantai yang berbeda. Para ilmuwan berhasil mengekstrasi 20 sampel zicron yang terkandung dalam pasir tersebut.

Kali ini mereka berhasil menentukan tanggal dari delapan sampel yang ada dengan mengkalkulasi tingkat unsur-unsur uranium dan thorium didalamnya. Kedelapan sampel itu memberikan bukti usia yang lebih tua dari usia lava Mauritius.

SOURCE

Makhluk Purba dengan Kaki di Kepala Terungkap

 

Paleontolog menemukan fosil makhluk laut purba berusia 520 juta tahun. Yang unik dari makhluk tersebut, alat gerak atau kakinya berada di kepala.

Makhluk itu sejatinya merupakan golongan arthropoda (hewan dengan kaki beruas-ruas). Para ilmuwan menyebutnya fuxhianhuiid. Hewan ini memiliki alat gerak dan sistem saraf yang masih sama-sama primitif. Adanya kaki di kepala bukanlah tanpa fungsi. Menurut peneliti, makhluk ini menggunakan kaki tersebut untuk mendulang makanan ke dalam mulut, selain untuk bergerak.

Penemuan ini sangat bermanfaat. Beberapa golongan arthropoda saat ini juga memiliki alat gerak di kepala. Ditemukannya fuxhianhuiid akan membantu paleontolog dan biolog menguraikan proses evolusi golongan arthropoda dengan kaki di kepala.

"Karena para biolog bergantung pada alat gerak untuk mengklasifikasikan arthropoda, seperti serangga dan laba-laba, studi kami memberikan referensi penting untuk merekonstruksi evolusi dan kekerabatan dari hewan paling beragam di bumi ini," kata Javier Ortega-Hernandez, paleontolog University of Cambridge yang melakukan penelitian.

Fuxhianhuiid hidup pada masa sebelum arthropoda-arthropoda daratan muncul akibat migrasi dan evolusi arthropoda laut ke darat. Masa tersebut disebut ledakan Cambrian, ketika banyak organisme multiseluler muncul dan berevolusi menjadi lebih kompleks.

Fosil fuxhianhuiid sebenarnya pernah ditemukan sebelumnya, tetapi dalam kondisi yang kurang sempurna. Ortega-Hernandez berhasil mengekskavasi fosil ini dari situs kaya fosil di China, sekitar wilayah Kunming, disebut Xiaoshiba.

Fuxhianhuiid diduga menghabiskan sebagian besar waktunya di dasar laut untuk mengais makanan. Makhluk ini juga diperkirakan bisa berenang dalam jarak pendek. Menurut ilmuwan, makhluk ini berevolusi dari cacing berkaki.

"Fosil ini adalah jendela terbaik untuk melihat hewan dalam fase yang paling primitif," kata Ortega-Hernandez seperti dikutip Livescience, Rabu (27/2/2013).


SOURCE